LENTERAJATENG, SEMARANG – Transisi energi di Jateng yang merupakan komitmen pemerintah setempat, berjalan secara gotong royong antara pemerintah dan masyarakat. Peran serta masyarakat tampak dari Desa Mandiri Energi dan dari kalangan industri yang mulai menggunakan energi alternatif untuk kebutuhan mereka.
Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen menyatakan, transisi energi penting untuk menekan emisi gas CO2 yang menyebabkan bencana iklim. Maka perlu untuk mendorong ekonomi hijau sebagai bagian utama dari transisi energi dengan mengembangkan industri di bidang energi baru terbarukan.
“Kemudian pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dan mengembangkan proses produksi ramah lingkungan,” kata Taj Yasin.
Ia menambahkan, ketersediaan energi berskala masyarakat jika mendapat dukungan pemerintah akan mengungkit pertumbuhan ekonomi. Dukungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng, satu di antaranya menerbitkan Perda No. 12/2018 tentang Rencana Umum Energi Daerah.
“Sebagai tindak lanjut, kami mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 29 Tahun 2021 mengenai petunjuk pelaksanaannya,” tuturnya.
Kepala Dinas ESDM Jateng Sujarwanto Dwiatmoko menjelaskan, Rencana Umum Energi Daerah selanjutnya integrasikan pada Rencana Aksi Pembangunan Rendah Karbon serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Dengan demikian, RPJMD Jateng sudah memuat komitmen untuk membangun energi yang ramah lingkungan untuk mencapai tujuan kedaulatan pangan dan energi.
ESDM Jawa Tengah membangun kerjasama dengan berbagai pihak untuk mencapai tujuan tersebut. Pada 2019 Pemprov Jateng mencanangkan tekad besar Jateng Solar Province.
Sejak saat itu kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya atap di Jateng dari 0,1 Megawatt Peak pada 2019 lalu. Meningkat pesat menjadu 22 Megawatt Peak pada 2022.
Kini tidak hanya Dinas ESDM saja, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng, dan PT Jateng Petro Energi (JPEN) sebagai BUMD milik Jateng, ikut serta dalam transisi energi dan pembangunan rendah karbon di Provinsi tersebut.
Transisi Energi OPD di Jateng
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jateng Widi Hartanto menyatakan, limbah yang industri hasilkan akan diolah menjadi sumber energi. Saat ini sedang mengkaji pengelolaan sampah dan limbah menjadi energi terbarukan. Juga meningkatan kapasitas kepada stakeholder terkait penurunan emisi gas rumah kaca melalui pengelolaan sampah dan limbah serta pemanfaatan energi terbarukan.
“Kami sudah membina program kampung iklim (Proklim), sekitar 525 Proklim yang sudah mendapat sertifikat dari KLHK. Kami coba juga untuk kolaborasikan dengan Desa Mandiri Energi,” tutur Widi.
Sementara Kepala Disperindag Jateng M Arif Sambodo menyatakan, sebagai penyumbang 34 persen pertumbuhan ekonomi di Jateng, sektor industri turut bertanggung jawab dalam menghasilkan emisi karbon.
Disperindag Jateng kini tengah Menyusun peta pengembangan pemanfaatan energi terbarukan sektor dan kawasan industry. Pihaknya, juga secara bersama-sama menginisiasi jejaring kemitraan antara Industri Kecil Menengah Logam di Jateng dengan panel surya agar bisa menjadi bagian rantai pasok dan meningkatkan TKDN.
“Berkaitan dengan substitusi produk impor maka kami perlu meningkatkan komponen dalam negeri. Jateng mempunyai potensi logam yang sudah menjadi tier 2 sebagai penyuplai rantai pasok otomotif besar di Indonesia,” tutur Arif.
Strategi JPEN Gotong Royong Transisi Energi di Jateng
Direktur Utama PT JPEN M Iqbal menyatakan, akan menjalankan tiga strategi besar untuk mendorong upaya transisi energi dengan tenaga matahari dan mobilitas bersih. Yaitu, penguatan kelembagaan ekosistem, solarpreneuship atau penciptaan lapangan kerja hijau dan peningkatan kapasitas.
“Kami akan sosialisasikan PLTS untuk SKPD provinsi Jawa Tengah dan penyediaan SPKLU untuk mendukung percepatan pemanfaatan kendaraan listrik berbasis baterai,” tuturnya.
Sisi lain Kasubid ESDM Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah Ditjen Bina Bangda Kemendagri Tavip Rubiyanto menyatakan, pihaknya sedang Menyusun Perpres sebagai tindak lanjut dari UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Tujuannya, agar kewenangan pemerintah daerah dalam melaksanakan transisi energi lebih leluasa.
“Mengantisipasi dinamika pembangunan di nasional dan daerah, bisa mengatur lebih lanjut dalam Perpres untuk pembagian urusannya sehingga dapat memperkuat kewenangan daerah. Agar bisa berperan lebih besar terhadap pencapaian target transisi energi,” tuturnya.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menambahkan, kepemimpinan, inovasi daerah, dan kolaborasi menjadi kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi hijau dan transisi energi.
“Masyarakat bisa terlibat dalam mendorong transisi energi mereka dengan upaya sendiri dan dukungan dari pemerintah. Ini yang disebut dengan transisi energi gotong royong,” tuturnya.
Transisi energi membutuhkan upaya dan investasi yang besar maka perlu mewadahi kontribusi dari masyarakat.