- Muhammad Baihaqi
Menjadi seorang penyandang disabilitas netra tidak menjadi penghalang bagi Muhammad Baihaqi untuk terus menoreh prestasi sejak dini. Sejak masih duduk di bangku SMP, ia telah meraih berbagai penghargaan dan kejuaraan akademik maupun non akademik.
Bai sapaan akrabnya, pernah lolos di babak penyisihan lomba Olimpiade Matematika Tingkat Karesidenan Pekalongan dan Karesidenan Purwokerto. Pada saat ujian akhir, ia masuk peringkat 5 Paralel Sekolah nilai UAS dan UANAS tertinggi SMP Negeri 2 Pekalongan tahun ajaran 2000/2001. Sejak saat itu, telah banyak prestasi yang diraih oleh pria lulusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta tersebut.
Kalimat yang selalu ia pegang sebagai motivasinya adalah ‘There is nothing impossible for us if we never despairs and keep spirit in struggle. Also do the best as much as possible we can’.
Pria kelahiran Pekalongan, 6 Februari 1986 lalu itu pernah beberapa kali mengikuti perlombaan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) di tingkat nasional saat masih kuliah. Bahkan mendapatkan predikat sebagai Juara III Cabang Musabaqah Fahmil Qur’an (MFQ) dalam MTQ Mahasiswa X Tingkat Nasional di Universitas Sriwijaya, Palembang di tahun 2007.
Selain itu, Baihaqi pernah beberapa kali meraih Penghargaan dari Rektor UNY sebagai Mahasiswa Berprestasi di tahun 2008, 2010, dan 2011.
Menjadi guru matematika ia dapat menyalurkan minatnya untuk mengajar matematika di berbagai lini.
Kondisinya terkadang membuatnya rendah diri karena difabel, ia bersyukur mampu seperti orang lain yang tidak mempunyai kekurangan.
Baginya, justru dengan kekurangan serta keterbatasan yang ada, dia selalu termotivasi untuk terus bergerak dan berjuang serta berupaya sebaik mungkin dalam hidupnya agar dapat terus berkarya.
Tapi, di balik gemilangnya prestasinya. Ia sempat mengalami kasus diskriminasi pada seleksi calon pegawai negeri sipil Jawa Tengah 2019. Saat itu ia terpukul dan merasa diperlakukan tidak adil.
Ia meraih skor tertinggi pada seleksi kemampuan dasar saat itu. Tetapi kemudian saat akan tes selesi kemampuan bidang, panitia mengugurkannya. Bai mengaku, memiliki sertifikat pendidik di mana pasti mendapatkan skor maksimal.
Bai sampai melayangkan surat ke beberapa kementrian, Sekretariat Negara, bahkan langsung ke presiden, namun tidak ada tanggapan saat itu.
Kemudian dia mendapat bantuan dari teman-teman LBH Semarang dan Sahabat Difabel. Mereka semua menguatkannya untuk mengajukan gugatan. Sekarang keputusannya sudah keluar dan ia minta kebijaksanaannya dari pihak Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Ia berharap, persoalan rekrutmen formasi ini bisa diselesaikan seperti pada kasus yang sudah pernah terjadi. Yaitu dengan membuka formasi baru yang bisa diikuti.
Editor : Puthut Ami Luhur