LenteraJateng, SEMARANG – Tiga tuntutan buruh diungkapkan dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung Gubernuran, Jalan Pahlawan, Semarang. Tuntutan tersebut merupakan dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang ditetapkan oleh Pemerintah pada tanggal 3 September 2022 lalu.
Sekretaris Konferensi Serikat Pekerja Indonesia, Aulia Hakim mengungkapkan, tiga tuntutan tersebut adalah yang pertama yaitu menolak kenaikan harga BBM. Kedua adalah cabut Omnibus Law dan UU Cipta Kerja beserta turunannya.
“Ketiga, naikkan UMK tahun 2023 di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah Sebesar 13 persen. Kaitannya, karena lonjakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi dari dampak kenaikan BBM, kenaikkan upah sejumlah itu adalah yang paling ideal,” kata dia, melalui keterangan tertulis, Rabu (21/9/2022).
Permintaan kenaikan upah tersebut, lantaran Menteri Ketenagakerjaan sudah mengumumkan jika Pemerintah dalam menghitung kenaikan UMK 2023 kembali menggunakan PP 36/2021.
Padahal besaran itu tidak akan sebanding dengan kenaikan harga di berbagai sektor yang terdampak oleh kenaikan BBM.
Unjuk Rasa di Berbagai Daerah, Tiga Tuntutan Buruh Akibat Dampak Kenaikan BBM Subsidi
Berbagai aksi penolakan terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Untuk yang kesekian kalinya pula elemen buruh yang berafiliasi dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah bersama Partai Buruh Exco Jawa Tengah.
“Hal ini kami lakukan karena dengan kenaikan BBM, memacu kenaikan harga kebutuhan pokok yang saat ini mulai terasa imbasnya. Harga-harga kebutuhan lain pun juga akan terasa dampaknya,” bebernya.
Kenaikan harga tersebut, lanjut Luqman, akan berpotensi besar memicu lonjakan inflasi. Menurut perkiraan, inflasi bisa mencapai 8 persen.
“Jika kenaikan harga menjadi tidak terkendali, pada akhirnya akan menurunkan daya beli masyarakat. Terutama bagi buruh yang ada di Jawa Tengah yang terbilang sangat kecil upahnya,” lanjutnya.
Apalagi dengan aturan UU Cipta Kerja dan turunannya yang semakin mendekatkan ke jurang kemiskinan.
“Patut diduga tahun depan kenaikan upah buruh tidak jauh beda dengan kenaikan upah di tahun 2022,” terangnya.
Menurutnya, daripada pemerintah dengan mengalihkan subsidi BBM menjadi Bantuan Subsidi Upah (BSU), hal tersebut juga tidak akan berpengaruh besar untuk menaikkan daya beli dari masyarakat.
“Alih-alih memberikan BSU, alangkah lebih baiknya jika Pemerintah menaikkan UMK yang sebanding dengan kenaikan harga BBM agar daya beli masyarakat tetap terjaga dan inflasi dapat terkendali,” tandasnya.