LENTERAJATENG, SEMARANG – DPRD Kota Semarang segera mengevaluasi kanal pelaporan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) untuk mengoptimalkan pencegahan kasus agar kejadian KDRT yang menimbulkan korban jiwa tidak kembali terulang.
Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang Swasti Aswagati di Semarang mengatakan Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (DP3A) sebenarnya sudah menyediakan kanal untuk pelaporan KDRT yang dimaksudkan sebagai upaya penanganan awal. Namun karena kurangnya sosialisasi, banyak masyarakat yang belum paham sehingga bingung ketika menjadi korban KDRT harus melapor kemana.
“Kami prihatin dengan kejadian KDRT seperti kemarin (korban meninggal di Sendangguwo) dan menyayangkan bisa sampai terjadi seperti itu,” jelasnya.
Kasus KDRT dikatakan oleh Asti seperti fenomena gunung es, banyak korban yang tidak mau melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya melalui kanal tersebut, bahkan ada yang sampai berakibat fatal hingga meninggal dunia. Politisi Partai Demokrat itu mengajak seluruh pemangku kebijakan untuk duduk bersama membahas upaya penanggulangan kasus KDRT, termasuk pengoptimalan kanal pelaporan KDRT yang selama ini tersedia.
” Kami beberapa kali kami melakukan sosialisasi dengan temen DP3A, sudah diinformasikan ‘hotline-hotline’ yang bisa dihubungi supaya mereka (korban KDRT) bisa mendapatkan pertolongan pertama dan perlindungan dulu di awal.
Perlu duduk bersama mencari salahnya di mana. Apakah mereka yang tidak bisa akses atau malah masyarakat belum tahu kanal-kanal untuk mengakses meminta pertolongan,” imbuhnya.
Dengan adanya kasus KDRT hingga menimbulkan korban jiwa, dirinya menekankan bahwa tidak perlu saling mencari kesalahan masing-masing, akan tetapi kedepannya bagaimana mencegah kejadian serupa agar tidak terulang kembali dengan mengoptimalkan kanal pelaporan KDRT yang disediakan untuk masyarakat
“Tidak bisa saling menyalahkan. Harus duduk bersama mencari problemnya di mana. Atau mungkin kurangnya sosialisasi terkait ‘hotline’ jika ada kejadian seperti itu,” katanya.
Asti menjelaskan secara fasilitas sebenarnya penanganan yang dilakukan DP3A untuk korban KDRT sudah mumpuni, termasuk penyediaan rumah perlindungan bagi korban KDRT yang dipastikan aman/ termasuk pendampingan psikolog dan pendampingan hukum bagi para korban.
Sementara itu, Kepala DP3A Kota Semarang Ulfi Imran Basuki menyampaikan bahwa DP3A juga memiliki unit pelaksana teknis dinas (UPTD) di tingkat kecamatan untuk menangani laporan KDRT, termasuk RDRM yang dilengkapi dengan tim psikolog dan layanan hukum.
“Di RDRM itu ada pendampingan, ada psikolognya, ada ‘lawyer’-nya juga kalau dibutuhkan. Ada pendampingan korban karena trauma, layanan medis juga ada, visum, luka fisik, kami kerja sama dengan RS,” tegasnya.(IDI)