LENTERAJATENG, SEMARANG – Pengelolaan transportasi publik jadi salah satu kunci perkembangan pariwisata. Hal tersebut ditegaskan pelaksana tugas atau Plt. Wali kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu.
Ita, sapaan akrabnya mengatakan, transportasi merupakan urat nadi atau jantung yang menjadi komponen penting. Hal ini guna menunjang kelancaran jalannya pembangunan dan pengembangan pada suatu wilayah termasuk di Kota Semarang.
“Bicara mengenai transportasi publik, kita perlu adanya sinergitas antar stakeholder baik dari Pemerintah Kota Semarang, BUMN yang membidangi ini kan banyak ada Angkasa Pura, Pelindo, kemudian BUMD-nya ada, BLUD juga komunitas-komunitas yang tentunya kita harapkan mereka menjadi satu kesatuan,” tutur Mbak Ita, di situation room Balaikota Semarang, Rabu (14/12/2022).
Selain berfungsi sebagai angkutan orang dan barang, transportasi publik memiliki potensi sebagai media diseminasi informasi. Ia menegaskan perlunya sinergitas antar stakeholder utamanya yang bergerak di sektor transportasi publik.
Ia mendorong jajarannya untuk berkolaborasi dalam menciptakan inovasi produk-produk yang mendukung kemajuan pariwisata. Tidak sekedar program-program konvensional.
Gunakan QRIS, Pengelolaan Transportasi Publik Jadi Kunci Perkembangan Pariwisata
Ia mencontohkan pemakaian QRIS dan hingga e-wallet yang dapat mempermudah wisatawan dalam bertransaksi selama melakukan kunjungan di Kota Semarang.
“Seperti sebelumnya kami sudah membahas Smart Tourism. Turis manca negara jika ke sini tidak perlu tukar uang ke rupiah tapi bisa menggunalan e-wallet yang otomatis menyesuaikan mata uang kita,” jelasnya.
Ita juga meminta kepada para pelaku usaha agar memiliki berinovasi dalam hal pembayaran digital. Seperti menyediakan sistem QRIS hingga mesin EDC.
“Diperlukan juga komunitas-komunitas untuk mendukung. Setiap melangkah, kita pasti ada kekurangan. Nah kekurangan ini akan ditutupi oleh masukan-masukan dari komunitas,” lanjutnya.
Termasuk komunitas-komunitas pariwisata dan komunitas transportasi publik. Ia mengaku senang jika antar komunitas bisa berkolaborasi, tidak lagi mengedepankan ego sektoral.
“Kalau kita bicara digitalisasi ada Kominfo, Disbudpar pengampu pariwisata. Kalau nanti pariwisatanya tinggi, multiplier nya orang bisa berbelanja banyak di sini akhirnya apa kesejahteraan masyarakat intinya di situ,” imbuh Ita.
Terkait sejauh mana digitalisasi telah diterapkan di kota yang dipimpinnya, Mbak Ita berpendapat bahwa digitalisasi di Kota Semarang sudah berjalan dengan cukup baik namun kolaborasinya belum maksimal. Dirinya berharap, ke depannya melalui digitalisasi, dapat tercipta integrasi dalam mengakses transportasi publik.
“Seperti beli tiket kereta api sudah bisa online tapi kan belum terkoneksi dengan moda transportasi setelahnya (bus/transportasi online). Sekarang ini mau tidak mau, suka tidak suka pada saat kemarin saya ada penilaian di Komisi Informasi Publik itu juga ditanya serba digitalisasi,” pungkasnya.