LenteraJateng, JAKARTA – Pemerintah Indonesia harus segera lakukan ratifikasi ILO 188 Pekerjaan Dalam Penangkapan Ikan atau Work in Fishing Convention. Ratifikasi ini perlu sebagai upaya meningkatkan pelindungan awak kapal perikanan Indonesia (AKPI) baik di dalam dan luar negeri.
Berdasarkan catatan Badan Perikanan Taiwan di tahun 2022 ada 10.925 anak buah kapal (ABK) migran asal Indonesia yang bekerja di kapal-kapal penangkap ikan. Kapal tersebut berbendera ataupun milik Taiwan. Dari jumlah tersebut, sebuah laporan terbaru Greenpeace Asia Timur mengungkap banyak di antaranya yang kemungkinan bekerja di bawah ancaman kerja paksa.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang berkampanye bersama Greenpeace Indonesia untuk menghentikan perbudakan modern di laut menyebut, laporan ini harus menjadi perhatian juga bagi pemerintah Indonesia.
“Pemerintah Indonesia perlu segera meratifikasi Konvensi ILO 188. Itu dalam rangka memperbaiki tata kelola penempatan ABK ke luar negeri,” kata Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno melalui keterangan tertulis, Selasa (20/9/2022).
Konvensi ILO 188, lanjutnya, menjadi sebuah instrumen internasional. Yang nantinya akan memperkuat diplomasi Indonesia serta instrumen hukum pelindungan semua ABK baik lokal maupun migran.
Saat ini, peraturan maupun perundang-undangan yang ada, berlaku untuk dalam negeri. Seperti UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Kemudian Peraturan Pemerintah No. 22/2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.
Sebuah laporan berjudul “Fake My Catch – The Unreliable Traceability In Our Tuna Cans” menemukan bahwa kapal-kapal Taiwan diduga melakukan penangkapan ikan ilegal. Termasuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam rantai produksinya. Kapal tersebut memasok hasil tangkapan ke merek makanan laut Amerika Serikat, Bumble Bee, melalui perusahaan pengolah tuna, Fong Chun Formosa (FCF).
Hasil investigasi Greenpeace menemukan antaranya 13 dari 119 kapal berbendera dan/atau milik Taiwan yang memasok Bumble Bee telah melanggar peraturan perikanan Taiwan. Aturan tersebut termasuk dalam daftar ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU fishing).
Tata Kelola Bisnis Perikanan Global yang Pelik, Pemerintah Harus Segera Ratifikasi Konvensi ILO 188
Afdillah, Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia menegaskan, betapa peliknya persoalan dalam tata kelola bisnis perikanan global. Masih banyak pelanggaran terutama praktik IUU fishing dan perbudakan terhadap pekerja kapal
“Laporan ini mengkonfirmasi bahwa masih banyak persoalan dalam praktik bisnis perikanan global. Ini sangat mengecewakan,” kata Afdillah.
Hal ini karena ternyata ketertelusuran ikan dan transparansi kapal-kapal penangkap ikan. Kapal yang memasok ke perusahaan sebesar Bumble Bee sampai saat ini masih tidak jelas.
Laporan yang dirilis juga menegaskan masih banyak ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan yang tidak menjalankan aturan sesuai standar kerja yang diatur Konvensi ILO 188.
Untuk diketahui, Konvensi ILO No. 188 merupakan standar ketenagakerjaan internasional. Tujuannya untuk memastikan para pekerja yang bekerja di atas kapal perikanan memiliki kondisi kerja yang layak.
Khususnya terkait syarat dan kondisi kerja. Yakni akomodasi dan makanan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), layanan kesehatan, dan jaminan sosial.