LENTERAJATENG, SEMARANG – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sepakat, adanya kolaborasi dan peningkatan ketahanan siber Industri Jasa Keuangan (IJK), menghadapi ancaman kejahatan digital menjelang 2026.
Kepala OJK Jaw Tengah Hidayat Prabowo menyatakan, ancaman kejahatan digital harus menjadi gerakan bersama dan kolaborasi semua pihak. Ia mendorong, pelaku industri keuangan mengantisipasi secara masif kejahatan digital perbankan sebagai langkah perlindungan nasabah.
“Jika terjadi dampak kejahatan siber, masyarakat segera melapor pada IASC (Indonesia Anti Scam Center) melalui nomor WhatsApp 081 157 157 157,” kata Hidayat yang sekaligus Pembina Forkom IJK Jawa Tengah dalam Focus Group Discussion (FGD) Forum Komunikasi Industri Jasa Keuangan (IJK) Provinsi Jawa Tengah, di Gedung Bank Jateng, Selasa (14/10/2025).
Direktur Hukum PPATK Fithriadi Muslim menyatakan, digital finance adalah keniscayaan yang didukung dengan meningkatnya pengguna internet dan ekonomi digital Indonesia. Namun ekonomi digital, juga disertai risiko kerentanan yang tinggi.
Ia menambahkan, dari hasil analisis PPATK peretasan pada sektor perbankan saat ini dilakukan secara terstruktur.
“Pelaku memanfaatkan kelemahan security bank, mengimitasi script server, hingga memanfaatkan akhir pekan saat rekonsiliasi data bank dan BI-Fast tidak dilakukan,” tutur Fithriadi.
Ia menambahkan, temuan PPATK menunjukkan adanya indikasi money laundering dari dana hasil peretasan yang dipindahkan dengan cepat, bahkan dalam hitungan jam, ke berbagai bank dan diubah bentuk menjadi aset kripto.
“Kami meminta Bank Umum dan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk meningkatkan pengamanan sistem dan memantau secara ketat, khususnya pada hari libur. Serta melakukan penundaan transaksi di atas Rp 50 juta, dengan frekuensi lebih dari 10 kali per hari sesuai Undang-Undang TPPU,” tutur Fithriadi.
Regional Chief Executive Officer BNI Kanwil 05 Semarang I Gusti Nyoman Dharma Putra menekankan, evolusi sistem pembayaran digital harus diikuti dengan mitigasi risiko yang melekat.
“Kami mengamati, meskipun terjadi pergeseran masif dari tunai ke digital payment seperti QRIS dan Mobile Banking. Namun tantangan utamanya, adalah Social Engineering yang mendominasi insiden fraud,” tutur Dharma.
Fraud adalah kecurangan atau penipuan, yang disengaja untuk memperoleh keuntungan pribadi secara tidak sah, dengan cara mengelabui, menipu, atau memanipulasi orang lain.
Menurutnya, social engineering memanfaatkan kelemahan psikologis manusia. Antara lain, sikap serba instan, mudah panik, dan minim informasi, yang menjadi celah bagi pelaku kejahatan.
Social engineering Adalah, manipulasi psikologis untuk mengelabui seseorang agar melakukan suatu tindakan atau membocorkan informasi rahasia. Berbeda dengan serangan siber yang meretas sistem teknologi, rekayasa sosial justru mengeksploitasi sifat dasar manusia seperti rasa percaya, rasa ingin tahu, atau ketakutan.
Kelompok Specialist Perbankan OJK Alexander Samuel memaparkan, total potensi kerugian serangan siber pada 2025 telah mencapai lebih dari Rp 796 miliar. Untuk itu bank, didesak untuk segera menindaklanjuti kelemahan pada proses Ketahanan Siber (Identify, Protect, Detect, Respond & Recover) sesuai Peraturan OJK (POJK).
Ketua Forkom IJK Provinsi Jawa Tengah Ony Suharsono menyatakan, momentum penting untuk menguatkan sinergi.
“Sekaligus menyelaraskan langkah strategis, menghadapi tantangan global dan digitalisasi yang semakin kompleks,” tutur Direktur Bisnis Kelembagaan dan Unit Usaha Syariah Bank Jateng itu.
Direktur Utama Bank Jateng Irianto Harko Saputro menyampaikan, wujud nyata komitmennnya untuk menciptakan ekosistem perbankan yang tidak hanya sehat. Tetapi juga lanjutnya, tangguh dalam menghadapi risiko siber, demi perlindungan nasabah dan percepatan ekonomi daerah.
Kegiatan ini menjadi wadah vital bagi regulator, otoritas nasional, serta seluruh pelaku industri jasa keuangan di Jawa Tengah untuk membahas dua topik krusial, Outlook Industri Jasa Keuangan 2026 dan Isu Keamanan Digital Perbankan.
Dihadiri oleh 100 peserta, termasuk perwakilan dari OJK, PPATK, serta pimpinan IJK. FGD ini berjalan hangat dan lancar di bawah moderasi Ketua Perbarindo Provinsi Jawa Tengah, Dadi Sumarsana.
Penempatan lokasi di Bank Jateng menegaskan kepercayaan komunitas IJK terhadap Bank Jateng sebagai financial hub yang vital di Jawa Tengah.