LenteraJateng, SEMARANG – Kota Semarang punya 42 fasilitas layanan untuk pengambilan dan pengobatan HIV/AIDS Fasilitas ini terdiri dari puskesmas, rumah sakit, dan Balai Kesehatan Masyarakat (Balkesmas).
Bahkan jumlah ini bertambah di tahun 2022 dengan tambahan 10 puskesmas dan 3 rumah sakit. Hal ini sebagai akses agar penderita HIV/AIDS mendapatkan kemudahan akses pengobatan.
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Semarang Nur Dian Rachmawati menuturkan, pihaknya bahkan membuka pelayanan malam hari. Waktu tambahan ini ditujukan bagi pasien yang kesulitan mengakses pengobatan di pagi hari agar bisa mengambil obat di malam hari.
“Kalau mereka rutin dan biasa mengambil obat di wilayah tersebut, kami ada yang namanya pengambilan obat dengan layanan antar. Jadi kami yang antar ke rumahnya atau mereka minta antar kemana, kami fasilitasi. Supaya tetap bisa melakukan pengobatan secara aktif,” terang Dian, Kamis (1/9/2022).
Meski layanan pengobatan tersedia dengan baik di Kota Semarang, namun masih banyak penderita HIV/AIDS yang hanya melakukan pengobatan sekali atau dua kali saja. Mereka ternyata didominasi oleh warga yang bukan berasal dari Kota Semarang.
“Presentase ber-KTP Semarang hanya 40 persen. Sisanya dari luar kota karena Semarang aglomerasi tumpuan jasa ekonomi produksi dan sebagainya daerah sekitar,” lanjutnya.
Ratusan Tambahan Kasus Setiap Tahun, Kota Semarang Punya 42 Fasilitas Layanan Pengobat HIV/AIDS
Sejauh ini tercatat, 283 kasus baru yang tercatat di pertengahan tahun 2022. Sedangkan sejak tahun 2019 terdapat 643 kasus. Kemudian 2020 ada 588 kasus dan di 2021 tercatat 491 kasus.
Dari jumlah tersebut, karyawan menempati peringkat pertama. Kemudian disusul ibu rumah tangga menempati peringkat kedua.
“Terbanyak di usia produktif, kisaran umur 31-40 tahun, yakni 33 persen. Selanjutnya umur 41-50 ada di 20 persen. Usia 19-20 tahun ada 3 persen dan kurang dari 10 tahun ada 2 persen,” bebernya.
Dian pun berpesan agar masyarakat berkenan melakukan pemeriksaan kesehatan HIV/AIDS secara sukarela. Tujuannya, untuk mengetahui kesehatan masing-masing sekaligus mencegah penularan.
“Kemudian gunakan pelindung bagi pekerja seks, setia pada satu pasangan dan perkuat iman dan takwa,” tutup dia.