LENTERAJATENG, SEMARANG – Kota Lama terus berbenah menjadi cagar budaya yang terawat sekaligus destinasi wisata yang nyaman bagi pengunjung. Untuk itu, Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu tekankan soal kolaborasi bersama antara pemerintah dan komunitas-komunitas yang ada.
Ita sapaannya, menyebut Kota Lama masih menghadapi beberapa persoalaan dalam pengelolaannya. Mulai dari kondisi lingkungan Kota Lama yang rawan terkena rob, kurangnya ruang terbuka hijau (RTH), dan belum optimalnya pemanfaatan bangunan yang ada.
Hingga belum adanya kejelasan mengenai tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) pengelola Kota Lama dan kurangnya koordinasi antar stakeholder. Padahal, kawasan Kota Lama Semarang telah menjadi destinasi wisata unggulan Kota Semarang dalam beberapa tahun belakangan.
“Kami ingin mendapatkan masukan-masukan yang merupakan tantangan. Saya ingin ada pandangan sudut pandang lain di luar BPK2L (Badan Pengelola Kawasan Kota Lama). Kami butuh ada masukan-masukan, ada saran-saran yang harusnya lebih galak, greget gitu,” ujarnya, Minggu (9/7/2023).
Menurut Ita, tantangan yang dihadapi kota lama Semarang sebenarnya sama dengan yang dihadapi oleh kota-kota tua yang ada di Eropa. Seperti di Polandia, Italia, Kroasia dan Slovenia, yaitu keterbatasan dana perawatan maupun perencanaan.
“Collaborative governance ini ada banyak bahan pendukungnya. Salah satunya kerja sama membangun komunitas dan kelembagaan. Kalau kita melihat di Kota Lama Semarang ini ada namanya BPK2L tetapi sepertinya belum optimal mengkolaborasi antara pemerintah dengan komunitas-komunitas yang ada,” imbuhnya.
Cagar Budaya Terawat, Kota Lama Terus Berbenah
Dirinya pun berharap, ke depannya kolaborasi dalam pengelolaan Kota Lama dapat ditingkatkan sehingga menjadi cagar budaya yang terawat. Sekaligus destinasi wisata yang indah, aman, serta nyaman bagi pengunjung maupun bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
“Hasil konstruksi atau analisa faktor-faktor yang kami lakukan menunjukkan bahwa dalam dimensi proses (pengelolaan) perlu mengoptimalkan kerjasama, konsistensi, negosiasi, kompromi, koordinasi, pengawasan kebijakan. Dan dalam dimensi kelembagaan perlu melibatkan pemerintah, pihak swasta dan juga akademisi maupun media di dalam pengelolaan Kota Lama,” tandasnya.