LenteraJateng, SEMARANG – Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang catat ada 283 temuan kasus HIV/AIDS hingga Juli 2022. Jumlah tersebut, relatif menurun daripada tahun-tahun sebelumnya.
Kabid Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) DKK Semarang, Nur Dian Rakhmawati mengungkapkan selama 2019 terdapat 643 kasus. Kemudian 2020 ada 588 kasus dan di 2021 tercatat 491 kasus.
“Cut off akhir Juli 2022 ada 283 kasus. Jadi menurun tiap tahunnya. Secara kumulatif temuan kasus memang terlihat naik. Tapi, bila melihat data tahunan, kasus tersebut sebenarnya mengalami penurunan,” kata Dian, Kamis (1/9/2022).
Soal sebaran, ia menyebut jika pengidap HIV di Kota Semarang merata ada di tiap kecamatan. Meski untuk beberapa kelurahan belum terdeteksi ada.
“Mungkin pemeriksaan belum sampai sana. Tapi pada intinya, hampir setiap kecamatan semarang sudah ada pasien HIV,” jelasnya.
Dari jumlah tersebut, karyawan menempati peringkat pertama sebagai ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Kemudian disusul ibu rumah tangga menempati peringkat kedua.
“Terbanyak di usia produktif, kisaran umur 31-40 tahun, yakni 33 persen. Selanjutnya umur 41-50 ada di 20 persen. Usia 19-20 tahun ada 3 persen dan kurang dari 10 tahun ada 2 persen,” beber Dian.
Dian menuturkan, selama pengidap HIV/AIDS mendapatkan pengobatan rutin, jumlah virus yang ada di dalam tubuh mereka akan tersupresi atau berkurang. Begitu jumlah virus reda tentu dia akan beresiko rendah untuk menular ke orang lain.
Pihaknya pun terus berupaya meningkatkan standar pelayanan, termasuk memetakan populasi kunci di Kota Semarang. Tujuannya untuk menekan sebaran dan temuan baru maupun mencegah kematian akibat HIV/AIDS.
“Kota Semarang sampai bulan ini sudah di angka 87 persen. Jadi target standar minimal pelayanan HIV adalah kelompok orang risiko tinggi terinfeksi yang kami periksa. Seperti ibu hamil, TBC, infeksi menular seksual, laki suka laki, waria, pengguna jarum suntik dan lembaga pemasyarakatan,” terang dia.
Kendala, DKK Semarang Catat 283 Kasus HIV/AIDS di Pertengahan 2022
Meski demikian, Dian menyebutkan beberapa kendala saat memetakan sebaran populasi kunci tersebut. Khususnya, bagi mereka yang laki-laki suka laki-laki atau gay.
“Untuk waria, penjaja seks, mereka mudah melakukan pemeriksaan. Tapi laki-laki suka laki-laki ini yang hidden. Mereka tidak mau terbuka, jadi agak kesulitan mendeteksinya,” beber dia.
Kendati kesulitan, ia mengaku terus berupaya untuk mengatasi kendala tersebut. Salah satunya yakni dengan menggandeng komunitas dan lembaga sosial masyarakat (LSM).
“Jadi kami ajak komunitas dan LSM agar mereka mau terbuka. Membangun kepercayaan mereka agar mau melakukan pemeriksaan kesehatan, jadi tau statusnya dan mudah memberikan pengobatan juga,” imbuh dia.
Dian pun berpesan agar masyarakat berkenan melakukan pemeriksaan kesehatan HIV/AIDS secara sukarela. Tujuanya, untuk mengetahui kesehatan masing-masing sekaligus mencegah penularan.
“Kemudian gunakan pelindung bagi pekerja seks, setia pada satu pasangan dan perkuat iman dan takwa,” tutup dia.