LENTERAJATENG, SEMARANG – Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang ingatkan potensi penyakit selama musim penghujan. Hal ini diungkapkan oleh Kepala DKK Semarang, Abdul Hakam.
Sejauh ini pihaknya terus berupaya melakukan screening secara aktif untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD) dan leptospirosis yang berpotensi merebak saat musim hujan.
“Ini kan masih hujan ya. Kalau hujan, terus terang risiko kejadian DBD sama leptospirosis itu tinggi,” kata Hakam, Selasa (7/2/2023).
Selama periode 1 – 24 Januari 2023, temuan untuk penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti tercatat sebanyak 66 kasus untuk di Kota Semarang. Tiga pasien di antaranya meninggal dunia.
Sedangkan temuan kasus leptospirosis yang disebabkan oleh kencing tikus, tercatat sudah mencapai sembilan kasus. Satu pasien di antaranya tidak tertolong.
“Kasusnya dalam Januari hampir sama kalau head to head dengan tahun sebelumnya, jumlah hampir sama. Prediksi kami, periode Januari-Februari ini angka DBD masih naik. Lepto juga sama. Apalagi, ada genangan pascabanjir,” beber Hakam.
Karena itu, Hakam meminta jajarannya untuk melakukan surveilans atau pencegahan lebih dini. Pencegahan dini dapat dilakukan dengan mendatangi permukiman warga yang terdampak banjir dan rob selama tiga minggu berturut-turut.
“DKK dan puskesmas harus melakukan ‘screening’ aktif. Misalnya, ada daerah yang habis kena banjir atau rob. Kami suruh pantau selama tiga minggu berturut-turut,” katanya.
Jadi, kata Hakam, jika di wilayah tersebut ditemukan orang yang mengalami demam segera dilakukan pemeriksaan non-struktural 1 (NS1). Tes tersebut dilakukan untuk mendeteksi keberadaan protein NS1.
“Leptospirosis juga sama. Misalnya dari keliling-keliling RW ditemukan ada orang demam lebih dari lima hari, langsung dilakukan pemeriksaan antibodi untuk leptospirosis,” katanya.
Ia menegaskan, begitu ditemukan pasien harus langsung diobati. Tidak harus menunggu dia datang ke puskesmas, apalagi rumah sakit.
Sebagai langkah pencegahan, Hakam mengimbau masyarakat, terutama di daerah dengan tingkat kepadatan nyamuk yang tinggi, seperti Banyumanik dan Tembalang untuk melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) sebanyak dua kali setiap minggu.
“Ini tidak biasa. Walaupun mungkin dalam teori tidak ada. Tapi saya sampaikan, kalau bisa melakukan PSN dua kali (setiap minggu) pasti akan berbeda hasilnya,” pungkas Hakam.