LENTERAJATENG, JAKARTA – Aksi massa desak pelindungan terhadap pekerja migran di sektor perikanan berlangsung di depan gedung Kementerian Perhubungan dan Kementerian Ketenagakerjaan RI. Ratusan buruh itu menggelar aksi untuk memperingati Hari Migran Internasional jatuh pada 18 Desember.
Mereka menyuarakan sejumlah tuntutan kepada kedua kementerian tersebut untuk memperbaiki tata kelola pelindungan terhadap pekerja migran. Utamanya yang bekerja di sektor perikanan.
Adapun aliansi dan organisasi yang melakukan aksi tersebut yakni Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) bersama delapan organisasi lainnya.
Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno mengatakan hingga saat ini peran pemerintah dalam melindungi buruh migran masih belum maksimal. Maka, bertepatan dengan momentum Hari Migran Internasional ia mengajak para pegiat buruh migran dan masyarakat sipil untuk mendesak pemerintah
menjalankan tanggung jawab sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
“Hari Migran Internasional tidak untuk dirayakan, melainkan untuk konsolidasi rakyat dalam wadah perjuangan buruh migran, baik di sektor darat maupun laut yang sampai saat ini nihil perlindungan dari negara,” tegas Hariyanto, saat aksi, Senin (19/12/2022).
Ia melanjutkan, undang-undang dan beragam, peraturan turunannya sudah mengatur tugas dan wewenang masing-masing lembaga/kementerian. Namun tumpang tindih masih terjadi.
Menurut Hari, alah satu tumpang tindih aturan yang harus segera dituntaskan adalah soal implementasi PP 22 tahun 2022. Aturan ini menegaskan penerbitan izin Perusahaan Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) yang diterbitkan oleh Kemenhub harus
dikonversi ke Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) yang diterbitkan oleh Kemenaker.
“Kemenhub harusnya sadar bahwa mereka sudah tidak punya kapasitas mengurus awak kapal perikanan migran,” tegas Hari.
Aksi peringatan Hari Migran Internasional ini juga diikuti oleh tujuh organisasi lain yang menyuarakan isu yang sama. Yakni Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (SAKTI), Human Rights Working Group (HRWG), Solidaritas Perempuan (SP), Destructive Fishing Watch (DFW), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), dan Serikat Pekerja Greenpeace Indonesia (SPGI).
Beragam Praktik Perbudakan, Aksi Massa Desak Pelindungan Pekerja Migran di Sektor Perikanan
Sebelumnya, di sektor laut, SBMI dan Greenpeace Indonesia sudah mencatat beragam praktik perbudakan dan eksploitasi yang menimpa para ABK atau awak kapal perikanan (AKP) migran.
Banyak AKP migran asal Indonesia yang membutuhkan bantuan dari pemerintah. Pasalnya hingga kini, tidak ada data pasti terkait jumlah AKP asal Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing.
Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah mengatakan apa yang menimpa AKP asal Indonesia bisa dicegah dengan mitigasi regulasi yang tepat. Berbagai instrumen hukum yang
tumpang tindih saat ini membuat mekanisme pelindungan pada AKP tidak maksimal.
“Kami tahu saat ini ada aturan yang tumpang tindih antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Tenaga Kerja, padahal kondisi AKP banyak yang tidak bisa menunggu. Disaat kami tengah menggelar aksi, kami tidak tahu ada berapa banyak yang butuh bantuan segera di tengah laut,” tandasnya.