LENTERAJATENG, SEMARANG – Indonesia Corruption Watch (ICW) menolak wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun.
Pasalnya, wacana tersebut bernuansa politis dan tidak relevan dengan kebutuhan pembenahan desa.
“Selain bernuansa politis dengan tukar guling dukungan menuju kontestasi pemilu 2024, usulan tersebut sama sekali tidak relevan dengan urgensi kebutuhan pembenahan desa. Sebaliknya, akomodasi atas usulan tersebut akan menyuburkan oligarki di desa dan politisasi desa,” tulis ICW dalam keterangan resminya seperti dikutip, Sabtu (28/1/2023).
Menurut ICW, desa hari ini masih dilingkupi sejumlah masalah, mulai dari tata kelola keuangan yang masih eksklusif dari partisipasi bermakna (meaningful participation) masyarakat hingga korupsi.
Akibatnya, pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa belum optimal. Oleh karena itu, pengambil kebijakan, baik itu eksekutif maupun legislatif, seharusnya fokus urun rembuk membenahi regulasi dan sistem yang efektif meningkatkan kemajuan pembangunan desa, termasuk di dalamnya mereduksi potensi korupsi.
“Jadi bukan menyambut usulan yang justru akan memperburuk masalah di desa,” jelasnya.
Dalam keterangan tersebut, ICW juga membeberkan rawannya kasus korupsi yang ada di desa.
Bahkan, korupsi di level desa selama ini disebut konsisten menempati posisi pertama sebagai sektor yang paling banyak ditindak atas kasus korupsi oleh aparat penegak hukum sejak 2015-2021.
“Sepanjang tujuh tahun tersebut, terdapat 592 kasus korupsi di desa dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 433,8 miliar,” ungkapnya.