LENTERAJATENG, JAKARTA – Bank Jateng menegaskan komitmennya mendukung pembiayaan sektor perumahan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Hal ini disampaikan Eksekutif Senior Syariah Bank Jateng Agus Sapto Prasetio, dalam Roundtable Discussion bertajuk “Peningkatan Akses Air dan Sanitasi melalui Pembiayaan Perumahan” di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Menurut Agus, perumahan yang layak tidak cukup hanya menyediakan atap dan dinding, tetapi harus memastikan terpenuhinya akses dasar masyarakat.
“Bank Jateng berkomitmen menjadi bagian dari solusi perumahan nasional. Melalui skema FLPP, kami tidak hanya menyalurkan pembiayaan rumah bersubsidi, tetapi juga memastikan aspek kesehatan, keberlanjutan, dan kualitas hidup masyarakat terpenuhi,” kata Agus.
Ia menambahkan, posisi Bank Jateng sebagai bank pembangunan daerah menjadikannya strategis dalam memperluas jangkauan pembiayaan hingga ke pelosok.
“Kami meyakini, rumah layak huni dengan akses air bersih dan sanitasi akan meningkatkan taraf hidup keluarga sekaligus mendorong pembangunan ekonomi daerah,” tambahnya.
Berdasarkan data yang dipaparkan dalam forum tersebut, hingga 2023 masih terdapat 27,4 juta rumah tangga (36,85%) di Indonesia yang tinggal di rumah tidak layak huni. Backlog kepemilikan rumah juga masih tinggi, dengan sekitar 70 persen dihuni keluarga miskin dan MBR.
Permasalahan semakin kompleks karena terkait sanitasi. Pada 2024, hanya 11,8 persen rumah tangga memiliki akses air minum aman, sementara 55,39 persen sumber air minum terkontaminasi E.coli. Bahkan, 2,8 juta rumah tangga masih melakukan praktik buang air besar sembarangan.
Direktur Utama PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Ananta Wiyogo menekankan, pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menyukseskan program perumahan rakyat.
“SMF berperan menyediakan pembiayaan jangka panjang melalui skema blended finance. Dengan begitu, kami bisa membantu menurunkan beban fiskal pemerintah sekaligus memastikan MBR mendapatkan akses rumah dengan bunga tetap 5 persen selama 20 tahun,” tutur Ananta.
Sejak 2018 hingga Juli 2025, SMF tercatat telah menyalurkan Rp28,56 triliun pembiayaan untuk 764.131 unit rumah subsidi melalui program FLPP.
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menargetkan pembangunan 3 juta unit rumah untuk mengatasi backlog, termasuk melalui program BSPS (Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya) dan FLPP.
Special Advisor PKP Hira Laksamana menegaskan, penyediaan rumah rakyat bukan hanya tentang jumlah unit, tetapi juga kualitas lingkungan.
“Kami membangun lebih dari sekadar rumah, tetapi juga harapan dan martabat setiap keluarga. Program FLPP dan perbaikan kualitas sanitasi permukiman menjadi kunci untuk mewujudkan lingkungan sehat, aman, dan berkelanjutan,” tutur Hira.
Program FLPP sendiri memberikan tenor hingga 20 tahun dengan bunga tetap 5 persen, serta subsidi uang muka Rp 4 juta (luar Papua) dan Rp 10 juta (Papua). Harga rumah yang bisa dibiayai berkisar Rp 166 juta (Jawa, Sumatra) hingga Rp 240 juta (Papua).
Forum ini juga menghadirkan delegasi Filipina, di antaranya Social Housing Finance Corporation (SHFC) dan Pag-IBIG Fund, untuk berbagi pengalaman dalam pembiayaan perumahan rakyat. Kolaborasi lintas negara ini diharapkan menjadi inspirasi dalam memperkuat kebijakan perumahan di Indonesia.
Dengan keterlibatan Bank Jateng bersama SMF, PKP, Water.org, pemerintah, dan mitra internasional, forum ini menegaskan pentingnya gotong royong dalam menyediakan hunian yang bukan hanya terjangkau, tetapi juga sehat, aman, dan berkelanjutan bagi masyarakat.