LENTERAJATENG, SEMARANG – Sepiring gorengan berisi mendoan tersaji di sebuah altar. Di sebelah piring mendoan, ada semangkuk ayam kecombrang dan teh juga dihidangkan.
Di depan meja altar itu, berjejer beberapa foto leluhur. Namun, ada satu foto tampak berbeda dari leluhur etnis Tionghoa lainnya.
Ukurannya sedikit lebih besar daripada foto lainnya. Foto yang berwarna coklat dan terbuat dari pelepah kayu.
Orang-orang penganut agama Tri Dharma silih berganti melakukan sembahyang di depan altar yang berada di dalam Gedung Rasa Dharma, kawasan Pecinan, Kota Semarang. Sembahyang ini untuk menyambut Tahun Baru Imlek 2023 sebentar lagi.
Ialah KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur. Presiden keempat RI itu dihormati layaknya leluhur penganut Tri Dharma.
Sajian khusus tadi, memang sengaja dipersembahkan warga Tionghoa yang ada di Kota Semarang. Selain mendoan dan ayam sambal kecombrang, terhidang pula rokok kretek dan kopi.
Kepala Sekretariat Rasa Dharma Wen Shi Ling Ling sajian khusus itu merupakan kesukaan dari almarhum Gus Dur.
Selain foto, terdapat sinci atau papan nama Gus Dur. Sinci tersebut diletakkan bersama sinci leluhur-leluhur atau tetua Rasa Dharma terdahulu. Secara prosesi sembahyang, tetap sama meski ada yang khusus mantan presiden itu.
“Kenapa dikatakan khusus, karena sajian ini kan harus mewakili 3 macam, yaitu udara, darat dan air. Udara berupa hidangan unggas, air diwakili bandeng, darat biasanya babi. Tapi karena ini Gus Dur, babi kita ganti dengan daging kambing. Kemudian ditambah kesukaan beliau (Gus Dur), ada rokok dan gorengan. Kemudian ada tambahan ayam sambal kecombrang dam tumpeng,” terangnya.
Jasa Besar, Sepiring Mendoan dan Gus Dur
Sementara itu, Perwakilan Perkumpulan Boen Hian Tong, Ulin Nuha, menyampaikan jasa Gus Dur sangat besar bagi etnis Tionghoa. Hal itu lah yang membuat sinci Gus Dur ada di Rasa Dharma dan dihormati sebagai leluhur atau ayah.
“Gus Dur adalah bapak Tionghoa. Jasanya sangat besar bagi kami. Merubah peradaban Tionghoa di Indonesia. Berkat Gus Dur, kami tak perlu lagi sembunyi-sembunyi melakukan perayaan,” pungkas Ulin.
Tak hanya sembayang menjelang Imlek, lanjut Ulin, etnis Tionghoa juga melakukan ziarah ke makan Gus Dur di Jombang. Yakni untuk mengingat perjalanan bapak Tionghoa dan sebagai bentuk pengingat bersama atas jasabesarnya.
“Ini sebagai pengingat bagi kami. Termasuk sajian-sajian khusus itu, bukan berarti menyajikan dan memberi makan kepada mereka yang meninggal, bukan. Ini hanya simbolis agar ingat. Ingat akan makanan kesukaanya. Tujuannya dan jasa besarnya,” tutupnya.